Urgensi Pendidikan Karakter Dalam Aplikasi Politik Praktis Bangsa Indonesia

KERINCI- Pendidikan karakter adalah sebuah informasi nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan pada kepribadian seseorang (Darma Kesuma. Dkk: 2012: 4). Karakter itu sendiri dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku khas individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Muchlas Samani: 2013: 41).

Dewasa ini bangsa Indonesia selalu diramaikan dengan berbagai pemberitaan dimedia massa yang selalu dikaitkan dengan berbagai persoalan dan isu karakter. Semakin hari pemberitaan yang diekspos oleh sejumlah media nasional  semakin konsisten untuk mengabarkan berita-berita nasional yang tidak pernah terlepas dari permasalahan sosial yang terjadi seperti tindakan kriminilitas, kejahatan berdasi (korupsi), kenakalan remaja dan sebagainya.

Terkhusus dalam bidang politik, nilai-nilai karakter yang sudah lama menjadi kearifan budaya bangsa Indonesia saat ini mulai terancam dengan berbagai fenomena politik yang sudah tidak sejalan lagi dengan nilai etika, estotika maupun retorika asli bangsa Indonesia yang dikenal santun, ramah dan menjunjung tinggi semangat persaudaraan. Rusaknknya karakter berpolitik bangsa Indonesia tidak terlepas dari kegiatan oknum politikus yang seyogyanya belum dewasa dalam memaknai dan sensi dari  politik itu sendiri, mereka  selalu mendeskripsikan politik sebagai salah satu kontes persaingan yang menghalalkan segala cara sehingga tujuan politik yang sebenarnya sudah mengabur dan tersesat jauh dari jalur budaya bangsa Indonesia. Kondisi ini menjadi Miris ketika oknum politikus yang menganggap dirinya besar namun bertindak sebagai seorang pecundang selalu saja  menghembuskan isu kebencian, fitnah, ghibah, adu domba serta bersaing dengan cara merendahkan dan menjatuhkan orang lain (membunuh karakter) secara terbuka maupun tertutup (konsipirasi).

Tidak hanya sampai disitu, tindakan para oknum politikus kelas teri yang sebenanarnya belum matang untuk campur tangan dalam dunia ini, malah nyaman dan tanpa beban untuk mengeluarkan berbagai jurus mabuk guna menunjukkan  eksistensi dirinya. Sebagai dampak dari campur tangannya oknum tersebut adalah terjadinya desain strategi politik yang menganut gaya classic “belah bambu” disatu sisi diangkat dan disisi lainnya dinjak. Jurus ini biasanya  dilakukan oleh penjahat politik “Penjilat” yang tidak mampu memainkan peran politik secara normatif lalu mengambil jalan sebagai seorang penjilat/munafik, makna penjilat itu sendiri secara harfiah berarti orang yang sering mencari muka, namun dalam artikel ini penulis tidak akan menyinggung terlalu jauh definisi, makna dan ciri-ciri dari sorang penjilat karena mayoritas pembaca sudah banyak yang mengetahuinya. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi  dalam dunia politik saat ini diprediksi akan mampu menghapus nilai karakter yang sudah dipegang kuat oleh bangsa Indonesia, kongkritnya adalah aplikasi politik praktis sering kali diwarnai dengan berbagai isu penyimpangan seperti, kampanye hitam, kekerasan verbal baik itu di media sosial (medsos) maupun dikehidupan nyata. Maka untuk mengatasi hal ini, pendidikan karakter perlu digalakkan guna menekan berbagai tindakan negatif yang sering membuntuti berputarnya roda demokrasi di Indonesia.

Terlepas dari penyimpangan yang ada, sebenarnya  semua Warga Negera Indonesia (WNI) sudah diberikan hak politiknya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta secara eksplisit sudah dijelaskan dalam pasal  23 ayat (1) nomor 39 tentang HAM “dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Meskipun demikian  perilaku dalam berbpolitik hendaknya tidak dibebesakan secara serta merta, setiap warga negara hendaknya harus memaknai politik secara baik dan bijak sehingga rutinitas politik tidak bersinggungan dengan norma dan budaya bangsa Indonesia sebagai negara timur yang memiliki nilai dan tata krama yang arif.

Nilai-nilai luhur yang dikemas dalam muatan pendidikan karakter harus diinternalisasikan dan diaplikasikan secara komperhensif oleh penguasa, akademisi, politikus maupun leader  tertentu dalam suatu oragnisasi. Hal ini bisa dilakuakan  melalui pembinaan, bimbingan dan pengajaran baik itu secara langsung maupun tidak langsung, seperti pemberian motivasi, saran, kritik dan terlibat pro aktif dalam  menyuarakan pentingnya berkarakter dalam melakukan aktifitas politik serta mencontohkan perilaku-perilaku terpuji dalam mejalankan peran sebagai tokoh politik yang  menjadi teladan bagi orang banyak. Sebagai seorang negarawan, politikus seyogyanya tidak hanya terlibat dalam pola dan sistem  politik yang ada, lebih dari itu politikus juga dituntut untuk memiliki jiwa nasionalis yang mampu bertindak sebagai pendidik dan pengayom yang baik  bagi masyarakat Indonesia. Adapun nilai karakter yang harus terintegrasi dengan sistem politik adalah sebagai berikut:

  1. Religius
  2. Demokratis
  3. Cinta Tanah Air
  4. Peduli Sosial
  5. Rendah Hati
  6. Bersahabat dan Komunikatif (pen)

Tetap Positive Thinking, pahami psikologi orang lain dan Katakan Tidak Pada  Politik Belah Bambu (HTK). Politikus Merangkap Negarawan Dahsyat.  (Pen: OS)

Referensi:

Kesuma, Darma Dkk, (2012), pendidikan Karakter Kajian dan Teori,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Samani, Muchlas (2013) Pendidikan Karakter, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

TAFYANI KASIM | CALON BUPATI KERINCI 2024 – 2029