KERINCI- 21/10/18 COFFE BREAK
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan kesempatan dan peluang kepada setiap warga negera untuk berperan dan bersikap proaktif dalam pengambilan keputusan. Peran yang dimaksud ada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat dan ada pula yang dilakukan secara perwakilan yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Di Indonesia, demokrasi mulai berkembang semenjak munculnya gerakan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun 1998 yang berdampak pada lengsernya Soeharto dari jabatan presiden Republik Indonesia mei 1998 Semenjak itu sistem pemerintahan dan sistem politik yang berlaku di Indonesia menggunakan sistem Demokrasi yang lebih terbuka dan memberikan peluang penuh kepada warga negara untuk berpartisipasi dan proaktif dalam menentukan pilihannya, seperti proses Pemilu yang dilakukan dewasa ini. Baca juga:
Dalam perjalanannya demokrasi Indonesia yang memberikan wewenang penuh bagi warga negaranya untuk menentukan pemimpin maupun wakilnya secara langsung setiap lima tahun sekali, mengakibatkan kandidat calon wakil pemimpin maupun calon wakil rakyat harus bekerja keras dalam memberikan informasi kepada rakyat tentang profil, program maupun visi dan misi masing-masing kandidat tersebut.
Hal ini seyogyanya harus dilakukan secara jujur, informatif dan edukatif agar calon pemilih bisa lebih selektif dalam memberikan pilihannya serta memberikan wawasan kepada calon pemilih tentang pendidikan politik.
Dalam perjalanannya sejumlah oknum politisi juga sering melakukan penyimpangan-penyimpangan dalan guna mencari simpati dan mencuri hati calon pemilihnya dengan menyebarkan informasi bohong ( HOAX), ujaran kebencian ( HATE SPEECH), kampanye hitam, pembunuhan karakter dan sebagainya agar kompetitor menjadi terintimidasi dan calon pemilih akan menjauhi kompetitor tersebut. Baca juga:https://tafyanikasim.com/duri-demokrasi-hoax-dan-ujaran-kebencian/
Selain itu, proses demokrasi yang diwarnai oleh pemberian janji dan harapan palsu kepada masyarakat yang dilakukan oleh segelintir oknum politisi untuk meyakinkan calon pemilihnya, namun ketika tujuan dan kepentingannya telah diraihnya, maka harapan dan Janji tersebut akan dilupakan bahkan tidak akan ditepati olehnya. Hal jelas akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pentingnya bersikap proaktif dalam kegiatan politik terutama dalam hal memilih pemimpin dan wakil rakyat. Selain itu proses pendidikan politik yang diharapkan bisa tersosialisasikan tidak akan mendapatkan hasil yang baik sehingga politik akan diasumsikan oleh masyarakat dalam hal ini adalah calon pemilih sebagai ajang mengumbar janji-janji palsu.
Sebagai aternatifnya calon pemilih akan cenderung memilih berdasarkan uang (money politik) karena bagi sejumlah masyarakat lebih baik memilih berdasarkan uang dari pada dibohongi dengan janji dan harapan palsu dari sejumlah oknum politisi.
Pola pikir semacam ini hendaknya harus dihapuskan dari benak masyarakat Indonesia dengan cara memberikan pemahaman dan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Adapun pihak yang paling tepat untuk melakukan ini adalah kandidat itu sendiri, dengan memberikan program yang nyata dan mewujudkan janji yang telah dicapkan oleh kandidat tersebut akan memperbaiki dan merubah pola pikir masyarakat tentang politik dan pemilihan umum ( PEMILU) minimal bisa memilih kan kepercayaan publik terhadap pentingnya memberikan hak suara (Ngah OS).