BUYA ARIFUDDIN: Berlainan Pendapat Tujuan Sama, HTK DPR-RI 2019-2024
SUNGAI PENUH-Buya Arifuddin yang merupakan tim Senior HTK sekaligus bertindak sebagai salah satu Tim Penasehat di HTK FC, kaprahnya sebagai tokoh Kabupaten Kerinci, tidak bisa diragukan lagi. Dirinya dikenal sebagai tokoh masyarakat Kabupaten Kerinci yang bergerak dibidang keagamaan, saat ini buya (sapaan akrabnya) aktif sebagai penasehat pengajian Muhaqiqin, Majelis Pengajian Ulama (MPU) Kabupaten Kerinci dan juga koordinator Da’i Kabupaten Kerinci, kaprah beliau sebagai seorang Ulama tidak bisa diragukan lagi, hal ini dibuktikan dengan seringnya Buya Arifuddin diundang untuk bertindak sebagai pemateri dalam acara pengajian di sejumlah Desa dalam Wilayah Kabupaten Kerinci. Mengenai arah dukungan politik, Buya Arifuddin menjatuhkan dukungannya kepada pasangan calon Adi Rozal dan Ami Taher dengan alasan, ketokohan dan keulamaannya kedua pasangan ini tidak perlu diragukan lagi, oleh karenanya Buya merasa yakin dengan kandidat ini. Meskipun demikian, dukungan untuk H. Tafyani Kasim yang diprediksikan maju sebagai calon DPR-RI 2019 mendatang tetap akan menjadi prioritasnya. “Mengenai dukungan saya untuk HTK, itu sudah final dan tidak bisa digoyah lagi, Bagi saya mendukung HTK untuk DPR-RI adalah harga mati, meskipun ditim kita saat ini persoalan dukung mendukung calon Bupati dan Wakil Bupati Kerinci masih terdapat perbedaan, namun menurut saya perbedaan pilihan itu adalah rahmat dan hal yang wajar asalakan komitmen awal kita yaitu, HTK maju sebagai DPR-RI tetap bisa kita wujudkan nanti. Selain itu, saya juga mengharapkan agar Tim HTK bisa tetap solid dan kompak di bawah naungan HTK Family Center”. Pungkasnya. 24/2/18 (OS)
WAHIDIN: Kita Harus Kembali Kepada Tujuan Awal
SUNGAI PENUH- Melihat situasi tim yang semakin hari semakin menampakkan kesibukkannya untuk mengurus kepentingan kandididat calon Bupati Kerinci yang didukungnya, membuat Wahidin angkat bicara, dalam susunan kata yang diunggahnya disalah satu media sosial Wahidin meluahkan perasaannya terkait hal ini, berikut adalah luapan perasaan Wahidin: “Ketika emosi dan kepentingan lebih dominan, maka nalar serta logika akan tersisihkan, semangat memag penting, namun penalaran tentang : Apa, Bagaimana, Mengapa dan Untuk Apa, harus dipertimbangkan. Perjuangan adalah lebih penting, namun perjuangan yang seperti apa? Menurut saya perjuangan yang paling berarti adalah, memenangkan HTK FOR DPR RI, inilah jati diri kita yang tidak bisa ditawar-tawar lagi” . Tegasnya. Wahidin juga menambahkan, berbeda dengan saya terkhusus untuk teman-teman yang sudah menyatakan sikap dukungannya, maka dirinya berharap agar teman-teman yang dimaksud tetap berjuang bersama kandidat yang telah didukung, namun kebersamaan kita yang sudah terbina semenjak lama, jangan kita kaburkan hanya karena berbeda dukungan politik pada Pilkada saat ini. Saya juga ikut merasa haru, karena dimanapun teman-teman berada saya melihat teman-teman tetap membesarkan nama HTK, ini adalah poin penting menurut saya. Jelas Wahidin dengan nada penuh harap. Mengenai sikap politik Wahidin atau yang lebih populer disapa Uwo Tock ini, dirinya netral dan dirinya akan bicarakan secara empat mata dengan H. Tafyani Kasim, selaku pembina di HTK Family Center. (OS)
DINAMIKA ORGANISASI DALAM KONTEKS INTERNAL
Oleh OGI Sandria, S.PdI., M.Pd-Alumni IAIN Kerinci Distingsi Pendidikan Karakter. SUNGAI PENUH- Dalam sebuah organisasi, Sekretariat merupakan salah satu fasilitas utama yang berfungsi sebagai tempat atau wahana berhimpunnya semua komponen yang terdapat dalam suatu organisasi, dimana anggotanya diberikan keleluasaan untuk menuangkan segala bentuk pemikiran dan wacananya, (Pen). Sebagai salah satu instrumen kunci dalam berorganisasi, sekretariat seringkali menjadi saksi akan lahirnya segala kebijakan yang mempengaruhi organisasi itu sendiri baik itu secara internal maupun eksternal. Tidak bisa dipungkiri, seiiring dengan berjalannya roda organisasi tersebut, tak khayal perbedaan paradigma, persepsi dan asumsi akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan munculnya berbagai kepentingan serta faham tertentu yang lebih cenderung bersifat personal maupun kolegial yang tidak lagi terintegrasi dengan tujuan awal. Hal ini dilatar belakangi oleh, semakin kompleksnya gagasan pribadi yang membuat kesimpulan dan penafsiran secara personal yang seolah menyatakan urgensi dari sebuah eksistensi diri. Manifestasi dari sikap inilah, yang pada akhirnya akan membuat sekretariat memposisikan dirinya sebagai saksi bisu dari terciptanya sebuah kompetisi yang berlansung secara hiperbolis dan komperhensif. Dinamika antar anggota organisasi, akan berlangsung secara kompetitif yang ditandai dengan munculnya anggapan dan faham yang seolah menginterpretasikan diri sebagai salah satu komponen yang paling berpengaruh atas segalanya, anggapan yang memandang diri atau kelompok sebagai Super power yang tidak bisa diintervensi oleh semua anggota organisasi. Akan berdampak pada terjadinya kesenjangan antar anggota organisasi akan mencuat secara kompleks, hingga terjadilah berbagai sekatan yang bermuara pada terbentuknya kelompok dalam suatu kelompok. Selain itu, terdapat pula individu yang secara pribadi mendeklarasikan dirinya sebagai manusia yang mendapatkan satu-satunya jatah kartu sakti yang selalu merasa tersaingi apabila ada yang unjuk gigi, bahakan semuanya personal yang aktif akan dianggap sebagai pesaing yang harus disingkirkan. Dinamika semacam ini, merupakan dinamika normal yang biasa terjadi dalam organisasi manapun. Namun kesenjangan dan segala persaingan yang tidak perlu sangat berbahaya bagi kelangsungan organisasi, karena sifat senisitif, egois, sentimen dan arogan akan membuat anggota organisasi menjadi terpecah belah hanya karena 1 pihak, apalgi pihak ini bisa duduk nyaman sembari menjilat leader organisasi. Seyogyanya hal ini bisa ditekan melalui tekhnis pengelolaan organisasi yang dikelola secara kredibel, masif dan continu dengan terlebih dahulu merancang sistem yang relevan dengan makna dari organisasi itu sendiri. Solusi yang paling kongkrit untuk mengetasi hal ini adalah, leader organisasi harus menginternalisasikan nilai karakter kepada setiap anggotanya terutama karakter Religius, Demokratis, Persahabatan/Komunikatif, Cinta Damai dan peduli sosial, karena melilai penginternalisasian karakter inilah anggota organisasi akan bersosialisasi secara damai dengan mengedapakan prinsip solidaritas yang tinggi anatar sesama anggota. Melalui bimbingan dan pembinaan mental yang diselenggarakan baik itu secara sadar maupun secara tidak sadar dirasa akan mampu menekan periliku yang tidak berkarakter antar sesama anggota organisasi. (OS)
Demokrasi: Apa Kabar Mahasiswa dan Para Alumni?
KERINCI- Peran mahasiswa sebagai Agent of Change tidak akan bisa dipisahkan dari perkambangan historis yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia hingga sampailah kepada tahap berkembangnya sistem demokrasi yang menjadi sistem politik Indonesia dewasa ini. Dilatar belakangi oleh meningkatnya inflasi dalam sektor perekonomian (krisis moneter), praktik KKN, krisis politik demokrasi, kesenjangan sosial dan sebagainnya. Hal ini selanjutnya ditanggapi oleh mahasiswa sebagai akibat dan dampak dari gagalnya pemerintah yang berkuasa saat itu, dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pihak yang mengatur persoalan negara. Hal ini mengakibatkan terjadinya gejolak besar-besaran di sejumlah Daerah yang terintegrasi dengan gejolak yang terdapat di Ibu Kota. Aktor dari terjadinya gejolak di Tanah air ini adalah mahasiswa angkatan 1998. Hingga akhirnya tepat pada tanggal 12 Mei 1998, terjadilah peristiwa berdarah yang menewaskan beberapa Mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Lesmana, Hafidin Royan dan Hendrawan Sie. Gugurnya Mahasiswa tersebut tidak mengakibatkan munculnya rasa takut dalam diri mahasiswa, malah mereka semakin keras untuk menyuarakan demokrasi dan menumbangkan penguasa saat itu. Hingga akhirnya rezim Orde baru yang dikepalai oleh Soeharto, benar-benar berada dalam situasi negara yang tidak stabil, sehingga tidak ada kebijakan yang lebih tepat selain dirinya harus mundur dari Jabatan Presiden yang disandangnya. Tepat pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto akhirnya resmi mengundurkan dirinya sebagai kepala Negara Republik Indonesia, sementara Bj.Habibi selaku wakil Soeharto saat itu naik tahta dari wakil menjadi presiden RI. Terlepas dari Soeharto, bukan berarti perjuangan mahasiswa berakhir kala itu, pemerintahan transisi yang dikomandoi oleh Bj.Habibi dituding oleh mahasiswa sebagai pemirintahan boneka yang tidak terlepas dari rezim orde baru, hal ini mengakibatkan demonstrasi secara besar-besaran kembali terjadi, mahasiswa kembali turun ke jalan hingga peristiwa berdarah terulang kembali. 24 September 1999, nyawa sejumlah mahasiswa kembali terenggut akibat dihujani oleh timah panas yang keluar dari Laras Aparat bersenjata, akibatnya 11 orang mahasiswa gugur, hal ini sampai saat ini masih dikenal dengan nama Tragedi Semanggi II, dimana sebelumnya 11-13 November 1998 tragedi Semanggi I juga pernah terjadi, namun korban tewas saat itu adalah 17 orang warga sipil. Setelah berjuang panjang, akhirnya perjuangan mahasiswa kembali menuai keberhasilan, pada sidang Paripurna DPR-RI 20 Oktober 1998, Laporan pertanggung jawaban Habibie akhirnya ditolak oleh MPR yang diketuai oleh Amien Rais, dihari yang sama pula akhirnya Habibie mengundurkan dirinya dari pencalonan presiden. Dengan berakhirnya fase pemerintahan Soeharto dan Bj. Habibie, berikut Gusdur dan Megawati. Akhirnya bangsa Indonesia benar-benar bisa menerapkan sistem Demokrasi sebagai pola pemilihan presiden yang dikenal sebagai PILPRES yang akhirnya menghantarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden Republik Indonesia yang pertama kalinya dipilih langsung oleh rakyat. Dari sini lahirlah berbagai tafsir dan terjemahan dari demokrasi itu sendiri. Hingga lahirlah undang-undang no 32 Tahun 2004 tentang pemilihan Kepala Daerah berikut undang-undang nomor 22 Tahun 2007 tentag penyelenggara pemilihan Umum dan Undang-undang baru Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilihan Umum ( Wikipedia.org). Terlepas dari itu semua, perjuangan mahasiswalah yang sebenarnya membawa Indonesia menuju makna demokrasi yang sesungguhnya. Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang terjadi saat itu, kita selaku pemegang tonggak estafet, harus menghargai perjuangan dahsyat yang pernah dilakukan oleh para pendahulu (Aktifis 1998). Saat ini, kelanjutan dari aksi 1998-1998 adalah merupakan tugas kita (mahasiswa dan alumni) untuk membantu mencerdaskan rakyat Indonesia dalam menjakankan agenda Demokrasi yang sesuai dengan dasar negara kita, yaitu Pancasila dan undang-undang 1945. Kita harus menjadi bagian dari pelopor Demokrasi Sehat, minimal di daerah kita masing-masing. Salah satu aksi nyata yang bisa dillakukan adalah turun untuk menyampaikan esensi sejati dari demokrasi, meluruskan mereka yang tersesat, menerangkan cara berdemokrasi dan menangkal segala hal yang bertentangan dengan prinsip dan azas dalam berdemokrasi. Negarawan sejati tidak hanya milik mereka yang berdasi, namun negarawan sejati adalah milik semua anak bangsa yang mencintai negeri tumpah darahnya dengan sepenuh hati seikhlas jiwa. Mahasiswa dan yang pernah menjadi mahasiswa seutuhnya, adalah mereka yang tidak akan pernah lupa dengan kata IDEALISME. (OS)
MUKHRI SONI: CATATAN UNTUK PARA CALEG
JAKARTA– (Mukhri Soni, M.Si, Alumni Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional) “Caleg yang Hebat Dengan Tim Sukses Yang Lemah, Kegagalan Yang Didapat. Caleg Lemah Dengan Tim Sukses Kuat, Keberhasilan Diraih.” Langkah pertama yg harus dilakukan oleh Caleg, cabub, cagub (selanjutnya kita gunakan istilah pemimpin) adalah membentuk tim sukses dengan merekrut orang-orang yang kreatif, proaktif, strategis, disiplin, dan optimistis di dalam sebuah tim sukses. Kecerdasan pemimpin dalam membangun tim sukses yang efektif akan sangat membantu si pemimpin untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan strategis yang membutuhkan konsentrasi dan fokus yang lebih intensif. Kemampuan pemimpin untuk menempatkan pribadi-pribadi yang loyal, antusias, selalu berjuang dalam motivasi yang tinggi, dan yang mau bekerja keras untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab, adalah sebuah syarat terpenting di dalam pembentukan tim sukses yang efektif. Berikut ini ada tips untuk membangun tim sukses yang efektif dan yang dapat memberikan keberhasilan buat si caleg. Caleg wajib menetapkan tujuan utama tim, kemudian memotivasi tim untuk membangun mind set bahwa tujuan utama dari tim adalah membuat sukses setiap program . Tujuan utama adalah meraih kemenangan dengan jalan mendekati, mempengaruhi dan mengawal pemilih agar menjatuhkan pilihannya kepada caleg. Untuk itu, caleg harus mampu memotivasi tim dan meyakinkan tim bahwa apa yang mereka lakukan akan membawa perubahan pada diri mereka. Sering berkunjung ke rumah tim, mengenal dekat istri dan anak-anak tim akan membuat tim merasa bahwa si caleg seperti keluarga sendiri. Jangan andalkan uang Anda dalam memotivasi tim. Tapi posisikan tim seperti keluarga besar Anda. Bila uang menjadi alat memotivasi tim sukses, maka Anda harus memiliki financial yang besar sekali. Tapi, bila pola kekerabatan yang Anda terapkan, maka dengan dana yang tak terlalu besar tujuan akan tercapai. Gambarannya seperti ini, tim yang tidak begitu akrab dengan caleg pasti akan berpikir imbalan bila tim diminta merekrut calon pemilih potensial. Berbeda dengan tim yang akrab seperti keluarga, tim sukses akan berjalan sukarela merekrut saudara-saudara dan tetangganya. Tim sukses harus menetapkan tujuan yang spesifik, terukur, terdefinisi, dan konsisten dan setiap anggota tim sukses harus berkomitmen untuk menunaikan tanggung jawab mereka secara total. Tujuan harus terukur. Atau dalam istilah Jawa timses jangan nggebyah uyah. Mungkin bisa digambarkan seperti ini. Bila dalam satu kabupaten ada 20 kecematan, jangan semuanya digarap. Hanya kecamatan yang tidak memiliki calon kuat yang digarap timses. Dari kecamatan yang digarap, tentukan desa mana yang potensial untuk dikelola. Dari desa yang dikelola, pilih RW mana saja yang menjadi kantong pemilih. Dari RW yang dipilih, wilayah RT berapa yang paling potensial menyumbang suara by name. Bila wilayah garapan sampai tingkat RT sudah dipetakan, timses memiliki tanggungjawab untuk mendekati, mempengaruhi dan kemudian memastikan bahwa si pemilih akan menjatuhkan hak pilihnya ke caleg yang didukung. Caranya, dengan mengunjungi rumahnya dan mengobrol meski hanya 30 menit. Lakukan itu terus menerus. Caleg harus cerdas dalam memilih karakter dari pribadi-pribadi yang akan berada di dalam tim sukses. Tahap ini sangat penting. Sekali caleg salah memilih pribadi-pribadi yang menjadi timsesnya, maka akan menyesal. Ada berbagai cara untuk mengetahui karakter calon timses, salah satunya dengan mengajak bertemu dan mengobrol sekaligus mengajukan pertanyaan. Yang paling efektif tentu saja mengajak psikolog untuk mendampingi saat berbincang-bincang dengan calon tim sukses. Memfungsikan structural partai juga bisa dilakukan. Bagi caleg DPR RI, hal paling utama adalah, sosok ketua timses kabupaten yang membawahi kecamatan-kecamatan harus bisa diterima oleh oleh para pengurus PAC. Karenanya, usulan PAC terkait sosok yang akan menjadi ketua timses bisa menjadi pertimbangan. Bisa dari unsure PAC atau dari unsur DPC. Caleg harus memiliki pemahaman yang jelas tentang bakat dan potensi dari masing-masing pribadi tim sukses tersebut. Manusia ada dua katagori, pekerja dan pemikir. Caleg harus menempatkan sosok timses sesuai bakat dan potensinya. Mereka yang tipe pemikir jangan dipercaya sebagai perekrut massa. Pemikir ditugaskan menyusun strategi pemenangan dan memantgau sekaligus memastikan bahwa strategi tersebut berjalan sesuai track. Begitu juga sebaliknya. Tim yang kurang jujur tapi memiliki keahlian mempengaruhi massa jangan dipercaya memegang keuangan. Intinya MAN BEHIND THE GUN. SOP, aturan, dan kebijakan wajib ditetapkan sebagai fondasi dasar untuk membangun etos kerja tim sukses yang efektif. Setiap anggota tim sukses harus tahu tentang fungsi dan peran mereka di dalam tim sukses. Tim sukses harus bekerja melalui sebuah proses kerja yang selalu fokus dalam menjaga keutuhan dan kekompakkan tim sukses. Setiap melakukan tindakan, tim harus melakukan pertemuan di antara anggota dan Caleg, baru kemudian membuat keputusan yang tepat sasaran, dan mendefinisikan semua perkembangan baru dalam sebuah rencana kerja yang disetujui oleh semua anggota dalam tim. Apapun perbedaan di antara anggota tim. Setiap orang wajib saling menghormati, saling mendengar, dan saling peduli. Setiap konflik harus dikelola dengan besar hati dan penuh empati, kemudian diselesaikan dengan menghormati semua pihak secara profesional. Pemimpin harus menggunakan kekuatan intuisi untuk melihat hal-hal yang tak terlihat oleh panca indera. Lalu, membuat tindakan-tindakan yang memotivasi anggota tim untuk bekerja dengan emosi baik dan pikiran terang. Tim sukses dan pemimpin harus membangun hubungan dan komunikasi positif dengan dalam sebuah suasana yang saling menguntungkan. Tim sukses harus membuat tabel rencana kerja dengan memasukan semua tips di atas sebagai faktor-faktor kerja tim yang harus diperhatikan secara terus-menerus. Keberadaan tim sukses disamping para caleg atau calon pemimpin bangsa, membuat kegiatan kampanye menjadi lebih teratur, lebih tertib, terencana, dan efektif. Namun nampaknya, banyak caleg kita yang akan mengikuti kegiatan pemilu beberapa puluh hari lagi, masih lebih memilih untuk berjuang tanpa dukungan suatu tim sukses yang dapat bekerja secara profesional membantu mereka mendapatkan satu tempat di parlemen. Pada masa kampanye, sebagian besar caleg yang akan mengikuti kegiatan pemilu 2014 cenderung lebih memilih untuk menggunakan konsepsi berkampanye dengan cara-cara konvensional, yaitu dengan memasang bendera partai yang disisipi nama caleg serta spanduk/baliho berukuran besar diberbagai lokasi, dan menempelkan stiker-stiker di dinding pagar rumah warga, di pintu angkutan umum, atau di tiang listrik. Padahal, penggunaan konsepsi berkampanye dengan cara-cara konvensional seperti itu, cenderung hanya “mengotori” ruang terbuka publik, seperti yang dapat kita lihat dan temui di hampir seluruh penjuru wilayah pemukiman di Indonesia saat ini. Bagaimana mau mengundang animo dan simpati masyarakat kalau dalam waktu yang bersamaan, seluruh caleg yang akan mengikuti kegiatan pemilu 2014, menerapkan konsepsi berkampanye yang sama? Terlihat jelas kalau para caleg tidak kreatif
PILKADA INDONESIA DAN BAHAYA KONSPIRASI HITAM KOMERSIALISASI ISU SARA
SUNGAI PENUH- Indonesia merupakan negara yang hidup dalam berbagai Budaya, ras, Agama, suku, adat istiadat dan norma yang luhur yang sudah tertata sebagai wujud dari khazanah kekayaan budaya Bangsa. Menyadari hal tersebut, Tokoh terkemuka bangsa Indonesia era perjuangan, merumuskan dasar berpijak bangsa yang selanjutnya dibingkai dalam butir PANCASILA dan Undang-undang Dasar 1945. Pada sejarahnya Pancasila dirumuskan oleh BPUPKI disaat Sidang diselanggarakan pada tanggal 28 Mei 1945-1 Juni 1945. Perumus Pancasila itu sendiri adalah Ir. Soekarno, M.Hatta, Soepomo, M.Yamin dan KH. Abdul Wahid Hasyim. Dalam rangka menyatukan kekayaan budaya bangsa Indonesia, Pancasila mengedepankan prinsip berbeda-beda tapi satu jua. Yang artinya bangsa Indonesia menghargai setiap budaya, Agama dan ras yang ada di bumi pertiwi dengan mengedepankan prinsip tolerensi. Dalam pelaksanaanya, setelah reformasi tahun 1998 yang menumbangkan penguasa dikala itu, sistem politik di Indonesia secara terbuka megedepankan prinsip Demokrasi, yang secara umum berarti kedaulatan berada pada rakyat. Dalam artian luasnya demokrasi berarti rakyat diberikan hak penuh untuk menentukan nasipnya, selama tidak bertentangan dengan idiologi dan undang- undang yang berlaku di dalam negeri. Pasca reformasi, pemilihan Kepala Daerahpun tidak lagi dipilih oleh anggota DPRD, hal ini ditandai dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan Kepala Daerah (PILKADA). Dewasa ini Pilkada sudah diselenggarakan sebagai sebuah tradisi 5 tahunan yang diikuti oleh semua Daerah yang berada dibawah naungaun NKRI. Dalam perkembangannya proses Pilkada di Sejumlah Daerah rentan dengan berkembangnya isu-isu yang mampu meruntuhkan nilai karakter bangsa, seperti Kampanye Hitam, Politik Uang dan isu penjualan isu SARA yang kesemuanya bertentang dengan prinsip Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Di sebagian Daerah di Tanah Air, isu SARA sering dimanfaatkan oleh sejumlah oknum elit politik untuk menangguk simpati dan empati dari rakyat guna meraih sejumlah suara disaat Pilkada, Pileg dan Pilpres sekalipun. Hal ini secara nyata melanggar Uu No 40 Tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi ras dan etnis. SARA itu sendiri merupakan singkatan dari Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan, hal ini juga dijelaskan Dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE pada bagian akhir kalimat dimana SARA dijelaskan sebagai, Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan disingkat sebagai (SARA). Isu SARA sering kali dikemas secara menarik dan politis sehingga mampu membakar emosi dan membuat rasa benci suatu kelompok kepada kelompok lainnya. Hal ini dilakukan semata- mata hanya demi memenuhi hasrat pribadi dan kepentingan golongan tertentu yang biasanya bersifat politis. Kepiawaian sejumlah oknum tokoh politik yang berjejer di tingkatan elit dalam mengolah dan mengemas isu SARA, seringkali diterima secara bulat- bulat oleh tatanan masyarakat akar rumput tanpa perlu lagi berpikir panjang. Kondisi ini biasanya akan kian diperparah dengan tumbuhnya semangat sukuisme dan fanatisme secara berlebihan yang lebih mementingkan keutamaan golongannya. Tak khayal, perlakuan sejumlah oknum politik ini sama artinya dengan menghantam prinsip kebinekaan dan keberagaman sosial yang sudah lama terbina di tatanan masyarakat marjinal. Hal ini dikarenakan dampak yang ditimbulkan olehnya, akan berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial antar masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya potensi konflik dan kekerasan verbal sebagi klimaks dari tumbuhnya semangat fanatisme dan sukisme secara berlebihan. Hal ini sebenarnya sudah di antisipasi oleh pemerintah dengan diterbitkannya undang-undang nomor 11 tahun 2008 pasal 28 ayat 2 tentang Transanksi ITE dan Undang-undang nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Namun dalam prakteknya Isu SARA selalu saja diolah sedemikian rupa dengan dalih dan alibi yang bermacam- macam. Tindakan mengkomersilkan isu SARA untuk tujun politis yang indsidentil tersebut, jelas bertantangan dengan Undang-undang negara dan prinsip kebhinekaan bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang menjunjung tinggi prinsip toleransi dan keberaragaman bangsa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku sejumlah oknum elit politik tersebut, merupukan wujud nyata dari penghianatan terhadap Bangsa dan negara. Selain itu Cara licik dan picik tersebut juga merupakan tindakan nyata yang memghambat kemajuan bangsa Indonesia. (Sekretariat, Adm Mds: OS).
Menyoal Secerca Realita Di Panggung Drama (Politik)
SUNGAI PENUH, 14 Februari 2018